Kisah Pilu Kakek Penjual Mainan, Tahan Lapar Demi Anak Cucu

 

Di bawah pohon rindang, kakek Budi dengan sabar mengamati daganganya. Sudah hampir petang gerobak berisi mainan masih utuh. Kakek berusia 68 tahun itu hanya bisa menghela nafas sambil memikirkan cara bagaimana memberi makan sang cucu.


Kakek Budi adalah seorang lansia penjual mainan anak. Setiap hari dengan langkah kakinya yang telah dimakan usia, kakek Budi menempuh belasan kilometer untuk mencari sesuap nasi.

Ia berjalan kaki dari kontrakannya di Daerah Pindad Kiaracondong menuju perempatan lampu merah Jalan Bengawan, Bandung, Jawa Barat. Meski usianya kian senja, namun semangatnya tak pernah dimakan usia.

"Kalau saya gak kerja, gak ada penghasilan buat makan besok,” ujarnya dilansir halaman Rumah Yatim Org, Kamis (4/3/2021).

1. Berjalan selama dua jam demi keluarganya


Kakek Budi bersama sang cucu/ Dok Rumah Yatim

Hampir setiap hari Kakek Budi berangkat dari kontrakannya mulai pukul 07.00 WIB. Sambil ditemani cucunya yang berusia 4,5 tahun, dia sampai di lapak jualannya pada pukul 09.00 WIB.

Keringat yang mengucur dari kulit keriputnya, seolah tak membuat semangat kakek Budi padam. Dia rela menempuh jarak yang jauh bersama gerobak andalannya demi memastikan perut cucu dan anaknya terjaga dengan baik.

"Pendapatan tidak menentu, dalam sehari biasanya yang didapatkan hanya 20 ribu kadang juga tidak ada. Jadi kadang tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari keluarga," imbuhnya.

2. Memberi nafkah empat orang


Kakek Budi bersama sang cucu/ Dok Rumah Yatim

Dalam sehari biasanya Kakek budi menjual 4 sampai 6 buah mainan dengan harga Rp17.500. Dari satu mainan itu, kakek Budi hanya mengambil keuntungan sebesar Rp5.500.

Dari penghasilannya yang tidak seberapa itu, kakek Budi memiliki tanggungan empat orang. Mirisnya, kakek Budi kerap menahan lapar demi cucu dan anaknya.

3. Tinggal dari masjid ke masjid


Seorang tunawisma tertidur di depan Taman Lapangan Banteng pada Sabtu, 8 Agustus 2020 (IDN Times/Besse Fadhilah)

Sebelum tinggal di kontrakan, Kakek Budi tidak memiliki rumah tetap, ia bersama anak cucu tidur dari masjid ke masjid.

Namun sejak adanya pandemik, dia dan keluarga tidak diperbolehkan lagi tinggal di masjid. Beruntung ada orang yang mau membiayai sewa kontrakannya.

Ditengah kesulitannya karena himpitan ekonomi, kakek Budi masih bisa mengucap syukur. Meski usianya telah senja, ia masih terus diberi nikmat sehat dan rejeki dari Tuhan untuk menghidupi keluarganya.

“Kadang-kadang pernah makanan satu piring di makan bareng sama empat orang. Karena jualan saya gak laku. Alhamdulillah jadi makan seadanya aja,” ucapnya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel